Jumat, 14 Januari 2011

Jurnalis VS Etika bahasa

Jurnali VS Etika bahasa
Sebagai alat komunikasi dan alat interaksi yang hanya dimiliki manusia,bahasa dapat dikaji secara internal maupun eksternal,artinya,dilakukan terhadap struktur internal bahasa itu sendiri yang tidak menghasilkan masalah diluar bahasa dengan menggunakan teoriyang ada dalam disiplin linguistic saja. Sebaliknya,secara eksternal dilakukan terhadap factor di luar bahasa yang berkaitan denganpemakaian bahasa itu oleh penuturnya dalam kelompok social kemasyarakatan.Selain itu Gorys Keraf dalam bukunya Tata Bahasa menyatakan bahwa,bahasa adalah hal yang paling penting dalam komunikasi
Sosiolinguistik merupakan ilmu antar disiplin antara sosiologi dan linguistic,da bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan yang erat. Secara mudah sosiolinguistik dapat dikatakan bidang ilmu antar disiplin yang memplajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan ahasa itu dalam masyarakat (Sosiolinguistik,2004).
Masyarakat Asia khususnya Indonesia dinilai berbudaya luhur dengan tingkat kesopanan yang tinggi. Mungkin karena murah senyum ,akrab dan mudah diajak bercanda. Lalu,apakah kebudayaan berbahasa identik dengan sikap masyarakat yang demikian. Dengan cara berbahasa yang ramah dan santun serta memberikan bumbu kebudayaan didalamnya dan diramu seindah mungkin agar menarik terhadap masyrakat.

٢٤. أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاء
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,QS,Ibrahim,24.
٢٥. تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللّهُ الأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. QS,Ibrahim,25
Dalam kedua ayat tersebut bahasa atau perkataan yang baik diibaratkan sebuah pohon yangbaik,akarnya kuat,sehingga mampu menyimpan air dan menahan tanah dari erosi,cabang-cabangnya menjulang tinggikelangit,sehingg menjadi tempat berteduh dan memberikan kesejukan dan kenyamanan kepada orangyang berada disekitarnya,selain itu setiap musim mengeluarkan buahnya untuk dikonsumsi oleh manusia.
Belajar dari ibarat itu,seorang muslim seharusnya memperhatikan kualitas pemakaian bahasanya,baik isi maupun cara penyampaiannya,kepada siapa dia berbicara,bahkan kepada orang yang belum dikenalpun harus menjaga ucapannya.,dengan memperhatikan pola-pola komunikasi, yakni :
-melalui komunikasi persona (penampilan, citra diri dsb)
- komunikasi sosial (derajat partisipasi dalam hubungan antar persona)
- lingkungan sosial komunikasi.
Sopan santun adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara,khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat di sini tidak berarti memberikan penghargaan atau menciptakan kenikmatan melalui kata-kata,atau mempergunakan kata-kata yang manis sesuai dengan basa-basi dalam pergaulan masyarakat beradab. Rasa hormat dalam alam gaya bahasa dimanifestasikan melali kejelasan dan kesingkatan.
Menyampaikan sesatu secara jelas berarti tidak membuat pembaca atau pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang ditulis atau dikatakan. Di samping itu,pembaca atau pendengar tidak perlu membuang waktu,kalau itu bisa dituangkan dalam beberapa rangkaian kata. Dengan demikian kejelasan akan diukur dalam beberapa butir kaidah Yaitu
a.Kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat
b.Kejelasan dalam korespondensi dengan fakta yang diungkapkan melalui kata-kata atau kalimat.
c.Kejelasan dalam pengurutan kata secara logis.
d.Kejelasan dalam penggunaan kiasan dan perbandingan
Kesingkatan sering jauh lebih efektif daripada jalinan yang berliku-liku. Kesingkatan dapat dicapai melalui usaha untuk mempergunakan kata-kata secara efisien,meniasdakan penggunaan dua kata atau lebih yang mengandung sinonim secara longgar,menghindari tautologi; atau mengadakan repetisi yang tidak perlu.Di antara kejelasan dan kesingkatan sebagai ukuran sopan santun syarat kejelasan masih jauh lebih penting daripada syarat kesingkatan.
Dalam kegiatan komunikasi ,kata-kata dijalin-satukan dalam suatu konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis yang ada dalam bahasa.yang paling penting dalam rangkaian kata-kata tersebut adalah pengertian yang tersirat dalam kata yang digunakan tersebut. Setiap masyarakat yang terlibat dalam kegiatan komunikasi selalu berusaha agar orang ain dapat memahaminya dan disamping itu ia harus memahami orang lain. Dengan cara inilah terjalin komunikasi dua arah yang baik dan harmonis.

1. Prinsip Kesopanan
Dalam berkomunikasi tidak jarang dijumpai bahwa satu ujaran tidak hanya mengandung makna tertentu,melainkan juga memiliki daya dorong yang seolah memaksa orang lain melakukan tindakan tertentu sebagaimana diinginkan oleh pengujar (speaker). Perbedaan antara makna dan daya dorong dimaksud dapat dilihat pada ujaran berikut:
1.Suwarmo : Tarko,Ketik konsep surat ini. Cepat ya!
Sutarko : Sejak pagi belum sarapan (makan) pak.
2. Suwarmo : Tarko,Ketik konsep surat ini. Cepat ya!
Sutarko : Tidak bisa. (Saya tidak mau) pak.
Dua pasang pertukaran percakapan diatas memperlihatkan sekurang-kurangnya dua gejala. Pertama, percakapan sehari-hari orang cenderung bereaksi terhadap pertanyaan, permintaan atau ujaran dan anjuran seseorang secara tidak langsung.
Jawaban versi pertama sepntas tidak memnuhi atura (Hubungan),dapat dikatakan tidak relevan. Sedangkan jawaban versi kedua lebih langsung. Versi ini lebih memenuhi syarat hubungan (Maxim of relevance) sebagaimana Levinson(1988:101-102). Perlu diketahuibahwa menurut Grice agar terjadi percakapan antara dua belah pihak secara efisien dan efektf,maka dierlukan prinsip kerja sama di antara dua belh pihak. Dasar kerja sama ini dapat terlaksana bila memenuhi emat aturan percakapanDasar kerja sama ini dapat terlaksana bila memenuhi empat aturan percakapan,keempat peraturan itu adalah kualitas,kuantitas,huungan dan cara. Aturan kualitas berhubungan dengan keenaran dari apa yang diekperesikan, aturan kuantitas denganinformasi yang diberikan tidak kurang dan tidak lebih;hubungan dikaitkan dengan relevansi a tara ujaran yang dikemukakan oleh kedua belah pihak. Dan cara berkenaan dengan kejelasan pengungkapan.
Fenomena dalam versi pertama diatas alah masalah kesopan-santunan.prinsip inilah yang menjadi fokus pembahasan makalah ini. Percakapan terjadi antara dua orang yang tingkat atau status sosial kemasyarakatannya berbeda. Yang satu atasan yang lainnya bawahan.
Dalam pengalaman berkomunikasi sering dijumpai orang berbohong demi mencegah pihak lawan bicara tersinggung atau berakibat yang tidak diharapkan,selain itu prinsip kesopanan kadangkala dijumpai dalam fenomena ironi atau ejekan.
Berbicara masalah prinsip kesopanan Lech (1989.84)”Mengklasifikasikannya dalam dua kategori,absolute dan relatif. Prinsip “Kesopanan absolute”mengacu pada norma-norma umum yang berlaku dalam masyarakat bahasayang ikut mempengaruhi kesopan-santunan berbahasa.Sebaliknya”Kesopanan relative”bervariasi mengikuti dimensi yang standard dan hanya berlaku secara khusus diantara masyarakat bahasa tertentu.Dalam halini harus memperhatikan dimensi yang berhubungan dengan konteks di luar teks. Konteks memasukkan banyak hal seperti konteks situasi, lebih jauh lagi konteks yang berhubungan dengam konteks institusi dan budaya. Misalnya konteks politik media, ekonomi media, dan budaya media berpengaruh terhadap berita yang dihasilkan. Ketiga dimensi tersebut digambarkan oleh Fairclogh seperti berikut.
Sebelum dimensi tersebut dianalisis , kita perlu memahami praktik diskursif dari komunitas pemakai bahasa yang disebut sebagai order of discourse. Order of discourse secara sederhana seperti layaknya pakaian: pakaian di kantor berbeda dengan pakaian tidur dan pakaian renang. Pemakaian bahasa menyesuaikan dengan praktik diskursif di tempat mana ia berdada, ia tidak bebas memakai bahasa. Ketika menganalisis teks berita perlu melihat dulu oder of discourse, apakah bentuknya hardnews, features, artikel, atau editorial. Ini akan membantu peneliti untuk mekaknai teks, produksi teks, dan konteks sosisal dari teks yang dihasilkan.
2.KONSEP SOPAN SANTUN BERBAHASA
Di setiap pom bensin serta ruangan dan angkutan ber-AC tertulis”No Smoking”yang versi bahasa Indonesia mungkin baru dipasang artinya,kira-kira “jangan merokok”.Dalam bahasa penerbangan para pramugari akan menyampaikan:”jangan merokok dan jangan melepaskan sabuk pengaman sebelum tanda dilarang merokok dan kenakan sabuk pengaman”.
Dalam beberapa bahasa,perbedaan tingkat sosial antar pembicara dengan pendengar diwujudkan dalam seleksi kata.Dalam bahasa jawa umpamanya,memakai kata nedo dan dahar (=makan);memilih kata omah dan griyo (=rumah);menyebut si alamat kowe,sampeyan atau pandjenengan,menunjukkan perbedaan sikap dan kedudukan sosiial pembicara pendengar dan orang yang bersangkutan.secara tradisional perbedaan bahasa(variasi bahasa)seperti itu disebut”tingkatan bahasa”dalam bahasa jawa ngoko,madyo,kromo dan kromo inggil kalau sistemnya dibagi empat disebut kesopanan berbahasa.
Uraian diatas membantu mengungkapkan bahwa sopan santun berbahasa dapat dilakukan oleh seeorang karena terdorong sikap hormat kepada orang yang disapa seperti lazim dijumpai dalam hampir semua bahasa manusia.Dalam kasus-kasus bahasa jawa ,sopan santun berbahasa didorong tuntutan penyesuaian bahasa sebagai akibat dari struktur masyarakat priyayi,pedesaan,terpelajar dan sebagainya.
3.Kemampuan berbahasa.
Menurut Koentjaraningrat (1990)Adanya hubungan tindak bahasa dengan sikap mental para penuturnya,buruknya kemampuan berbahasa Indonesia sebagian besar orang Indonesia termasuk kaum intelektualnya,adalah adanya sifat-sifat negative yang melekat pada mental sebagian besar orang Indonesia yaitu:
a.Sifat suka meremehkan yang tercermin dalam perilaku berbahasa “pokoknyamengerti”ini menyebabkan bahasa yang digunakan menjadi asal saja, tanpa mempedulikan bahasa yang digunakan itu benar atau salah. Tentu saja keinginan untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar,sesuai dengan kaidah menjadi tidak sama sekali,soal benar atau salah adalah soal guru bahasa atau penyuluh bahasa.bahkan itu terjadi di berbagai lembaga pendidikan yang ingin mengajarkan bahasa asing aktif.
b.Sikap mental merabas,tercermin dalam perilaku berbahasa dengan adanya keinginan untuk menggunakan bahasa yang baik tanpa keinginan belajar.
c.Sikap tuna harga diri,berarti menghargai bahasadiri orang lain,tapi tidak menghargai milik sendiri. Sikap ini tercermin dalam prilaku berbahasa dimana karena ingin selalu menghargai orang asing,maka selalu menggunakan bahasa asing dan menomorduakan bahasa sendiri. Lihat saja buktinya,demi menghargai orang asing,keset-keset yang berada di depan kantor pemerintah pun bertuliskan WELCOME bukan “Selamat Datang”;pintu-pintu diatas bertuliskan IN atau EXIT bukan”masuk atau keluar”;dan di pintu yang daunnya dapat dibuka dua arah dituliskan petunjuk PUSH dan PULL,bukannya “dorong dan tarik”,meskipun di tempat loket pembayaran STAIN Surakarta tidak menggunakan bahasa inggris, namun bertuliskan Dorong dan Dorong,bukan tarik dan dorong.
Lebih dari itu Orang nomor satu di Indonesia Presiden SBY,menjadi sorotan publik dan Media, saat memberikan sambutan dengan menggunakan bahasa asing dengan berlebihan pada pembukaan salah satu bank di Indonesia (BEI),hal tersebut diakui oleh wakil ketua DPR.RI, Pramono Anong,setelah membaca teks sambutan Presiden,bahwa SBY terlalu berlebihan dalam menggunakan bahasa asing dalam sambutannya,
d.Sikap menjauhi disiplin tercermin dalam prilaku berbahasa yang malas atau tidak mau mengikuti aturan atau kaidah bahasa,seperti “Dia punya mau tidak begini”seharusnya berbunyi “Kemauannya tidak demikian.
d.Sikap tidak mau bertanggung jawab tercermin dalam prilaku berbahasa yang tidak mau memperhatikan penalaran bahasa yang benar. Seperti “Uang iuran anggota terpaksa dinaikkan karena sudah lama tidak naik”sering terdengar.kalau mau bernalar dan bertanggung jawab alasamkenaikan itu bukan karena sudah lama tidak naik,tapi karena sudah tidak sesuai dengan biaya yang harus dikeluarkan.jadi,bertanggung jawab dalam bahasa artionya dapat mempertanggungjawabkan kebenaran isi kalimat itu.
e.yang terakhir sikap latah atau ikut-ikutan tercermin dalam bahasa yang mengikuti bahasa orang lain(bisanya ucapan pejabatatau pimpinan)yang sebenarnya tidak benar secara gramatikal.karena ada semboyan”memasyarakatkan oahraga dan mengolahragakan masyarakat”;maka diikuti ucapan itu. Padahal secara semantic dan gramatikal ungkapan”memasyarakatkan olahraga”memang benar,yakni menjadikan olahraga sebagai kebiasaan masyarakat; tapi ungkapan “mengolahragakan masyarakat”salah,sebab ungkapan itu berarti’masyarakat jadi olahraga’.kalau yang dimaksud adalah menjadikan masyarakatitu berolahraga,maka bentuknya haruslah”memperolahragakan masyarakat”. Hal itu serupa dengan kebiasaan sebagian masyarakat yang menggunakan kata sapaan pada orang tunngal dengan kata-kata “antum” hal itu dikatakan karena ungkapan rasa sopan yang biasa dilakukan masyarakatr di timur tengah,padahal aturan yang ada di beberapa kaidah bahasa arab kata antum tersebut hanya untuk jamak (kalian)dalam versi bahasa Indonesia .sedangkan yang mengikuti aturan kaidah seperti “Nahnu/na”yang digunakan sebagai kata ganti orang pertama tunggal, diabaikan,meskpun kata itu dicontohkan dalam ayat al-qur’an,sedangkan antum tidak.
4.ETIKA BERBAHASA.
Etika berbahasa berkaitan dengan kode bahasa,norma-norma social dan system budaya yang berlaku dalam satu masyarakt oleh karena itu,etika berbahasa ini akan mengatur beberapa hal sebagai berikut:
a.Apa yang harus diatakan pada waktu dan keadaan terentu pada partisipan tertentu berkenaan dengan status social dan budaya dalam masyarakat tersebut.
b. Ragam bahasa apa yang paling wajar digunakan dalam situasi tertentu.
c. kapan dan bagaimana menggunakan giliran berbicara dan menyela pembicaraan.
d. Kapan kita harus diam.
e. Bagaimana kualitas suara dan sikap fisik ketika berbicara.
Seseorang baru bisa disebut pandai berbahasa kalau sudah menguasai tatacara atau etika berbahasa.Aturan dalam berbahasa yang disebutkan iatas tidaklah merupakan hal yang terpisah,melainkan merupakan hal yang ,enyatu dalam tindak laku berbahasa. Apa yang disebutkan pada butir(a)dan(b) merupakan penjelasan aturan sosialb berbahas ,sebagai sesuatu yang menjadi inti pesoalan sosiolinguistik:”Siapa berbicara,dengan bahasa apa,kepada siapa,tentang apa,kapan,dimana dan dengan tujuan apa”. Sebagai contoh umpamanya,kit hendak menyapa seseorang maka kita harus tahu siapa orang itu,dimana,kapan,dan dalam situasi bagaimana,baru memilih kata sapaan yang tersedia. Amaenurut Kridalaksana (1984:14)dalam bahasa Indonesia terdapatsembilan jenis katauntuk menyapa seseorang,yaitu:
1.Kata ganti orang(engkau dan kamu)
2.nama diri,seperti Feri dan Fera.
3.Istilah perkerabatan,seperti bapak,ibu,kakak dan adik.
4.Gelar dan pangkat,sepertidokter,profsor,letnan, dan kolonel.
5.Bentuk nomina pelaku(pe+verba),seperti penonton,pendengar,dan peminat.
6.Bentuk nomina+ku,seperti Tuhanku,Bangsaku,dan anakku
7.Kata-kata diktis seperti sini,situ, atau, disini.
8.Bentuk nomina lain,seperti awak,bung,dan tuan
9.Bentuk zero,tanpa kata-kata.
Butir (c)dan(d) yang juga merupakan aturan dalam etika berbahasa perlu pula dipahami agar kita bisa disebut sebagai orang yang berbahasa. Kita tidak bias seenaknya menyela pembicaraan seseorang,untuk menyela harus memperhatikan situasi dan kondisi,tentunya juga dengan memberikan isyarat terlebih dahulu.
Maka sangat tepat sabda Rosulullah SAW
: عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال
من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليقل خيراً أو ليصمت , ومن كان يوم بالله واليوم الاخر فليكرم جاره , ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليكرم ضيفه
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangga dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya”.
Berdasarkan hadist diatas maka seorang pembicara harus mempertimbangkan kata-kata yang ingin disampaikan kepada khalayak.
Butir (e) dalam aturan bahasa menyangkut masalah kualitas suara dan gerak gerik anggota tubuh ketika berbicara. Kualitas suara berkenaan dengan volume dan nada suara.
5.Tindak Tutur
Bentuk ekspresi bahasa yang dapat digunakan untuk menunjukkan perbedaan perspektif adalah elemen-elemen interpersonal seperti tindak tutur (Speech acts). Pandangan yang melandasi tindak tutur, jika orang mengatakan sesuatu, orang akan melakukan sesuatu untuk tuturan itu. Hal itu merupakan aspek dalam fungsi interpersonal bahasa. Contoh (a) dan (b) berikut dapat menjelaskan tindak tutur yang dapat menimbulkan perspektif berbeda.
(a) Ada unjuk rasa
(b) Kongres Umat Islam merekomendasikan presiden dan wapres mendatang harus pria, beriman, dan bertaqwa (Jawa Pos, 7/11/98).
Pada tuturan (a) dituturkan oleh seorang polisi, tidak sekedar menginformasikan sesuatu,tetapi juga berfungsi sebagai perintah ke lokasi untuk pengamanan. Hal itu berbeda maknanya jika dituturkan oleh mahasiswa di kampus, ujaran itu bukan informasi tetapi ajakan. Demikian pula dalam (b), bagi mereka yang mengikuti perkembangan pasca Pemilu 1999, maka dengan cepat dapat menangkap bahwa ilokusi yang tersirat yang menghambat megawati Soekarno Putri maju menjadi presiden.
6.Tabu
Tabu berasal dari kata taboo yang dipungut dari bahasa Tonga ,salah satu bahas dari rumpun bahasa Polinesia. Dimasyarakat Tonga kata Taboo merujuk pada tindakan yang dilarang atau harus dihindari. Bila tindakan saja dilarang,maka kata-kata yang merupakan symbol itupun dilarang.Dengan demikian kata tabu dapat didefinisikan sebagai kata yang tidak boleh digunakan,atau tiadak dipakai ditengah masyarakat.
Keterkaitan antara tabu dengan fenomena sopan santun ini adalah dalam dimensi prilaku social anggota masyarakat dalam memanipulasi kata dan ujaran untuk mengidentifikasikan kedudukan dirinya ditengah masyarakat,serta untuk mempermaklumkan nilai budaya apa yang dianutnya.
Eufemismus
Kata Eufemisme atau Eufemismus diturunkan dari kata yunani Euphemizen yang berarti”mempergunakan kata-kata dengan arti yang baik atau tujuan yang baik:.Sebagai gaya bahasa,eufemisme adalah semacam acuanberupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang,atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan yangmungkin dirasakan menghhina,menyinggung perasaan ataumensugestikansesuatu yang tidak menyenangkan.
Ayahnya sudah tidak ada di tengah-tengah mereka(=Mati)
Pikran sehatnya semakin merosot saja akhir-akhir ini (=Gila)
Anak saudara memeng tidak terlalu cepat mengikuti pelajaran seperti anak-anak lainnya(=Bodoh)
7. Metafora
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yng singkat : Bunga Bangsa, buaya darat,buah hati, cindera mata, dan sebagainya.Metafora tidak selalu berupa predikat,tetapi dapat juga menduduki fungsi subyek,obyek dan sebagainya. Dengan demikian metafora dapat berdiri sendiri sebagai kata.
Menurut Aristoteles seperti yang dikutib Abdul Wahab, metafora merupakan ungkapan kebahasaan yang menyatakan uangkapan kebahasaan yang menyatakan hal-hal yang bersifat umum untuk hal-hal yang bersifat khusus dan sebaliknya. Metafora digunakan sebagai ungkapan kebahasaan yang maknanya tidak bisa dijangkau secara langsung dari lambang karena makna yang dimaksud terdapat pada predikasi ungkapan kebahasaan itu. Artinya, metafora merupakan pemahaman pengalaman sejenis hal yang dimaksudkan untuk perihal lain. Metafora digunakan jurnalis untuk membangun perspektif dalam surat kabar. Berikut adalah contoh metafora yang dapat menimbulkan perspektif berbeda
(a) Gelombang mahasiswa mendatangi Gedung DPR Senayan mendesak agar anggota dewan ikut mengusut 4 mahaiswa yang ditembak di Universita Trisakti
(b) Ibarat pemain sepakbola, saat ini penyelesaian utang PT Garuda Indonesia sudah memasuki injury time, tinggal menunggu peluit panjang.
Metaforik gelombang untuk menggambarkan laut yang bergulung-gulung dan menakutkan (a) metaforik injury time menggambarkan sedikitnya waktu PT Garuda Indonesia untuk melunasi utang(b).
(c) Debitor Nakal Perlu Dicekal
(d) Amin, Gus Dur, Hamzah, dan Nur Mahmudi Bertemu Mereka Bahas “Buah Simalakama” Mega
Kata nakal dalam (c) memiliki adanya tiga kesamaan sifat nakal yaitu (1) masih kanak-kanak, sehingga kurang mampu membedakan mana yang benar dan mana yan salah, (2) sudah tahu aturan yang sudah disepakati tetapi tetap saja melanggar, (3) sudah dinasihati tetapi tidak memperbaiki. Demikain dengan “buah simalakama”(d), jika Megawati terpilih menjadi presiden keadaan belum tentu bertambah baik. Sebaliknya jika Megawati tidak terpilih akan berpotensi buruk. Bagi partai berbasis massa Islam perempuan memang tidak diijinkan menjadi pemimpin.
Bahasa merupkan sarana Komunikasi utama yang berlaku,sehingga agar terhindar dari pra-sangka yang tidak sesuai maka harus ada kontrol berbahasa karena bahasa dengan sikap mental para penuturnya terdapat suatu hubungan yang tidak terpisahkan,serta nilai kesopanan dalam berbahasa di esuaikan dengan situasi dan kondisi dimana Komunikan dan komunikator berada.
Sopan sntun adalah memberi penghargan atau menghormati orang yang diajak bicara,khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat di sini tidak berarti memberikan penghargaan atau menciptakan kenikmatan melalui kata-kata,atau mempergunakan kata-kata yang manis sesuai dengan basa-basi dalam pergaulan masyarakat beradab
Setiap masyarakat yang terlibat dalam kegiatan komunikasi selalu berusaha agar orang lain dapat memahaminya dan disamping itu ia harus memahami orang lain. Dengan cara inilah terjalin komunikasi dua arah yang baik dan harmonis.

b.SARAN
سلامةالانسان بحفظ السان(الحديث)
Keselamatan manusia tergantung pada bagaimana mampu menjaga tutur kata.
Semoga makalah ini dapat Memberikan sumbangsih bagi ilmu komunikasi khususnya Mahasiswa Dakwah & Komunikasi STAIN Surakarta,dalam menjalankan aktifitas yang selalu berhubungan dan berkomunikasi dengan masyarakat.

Selasa, 11 Januari 2011

Etika bahasa Jurnalis

 
ETIKA BAHASA JURNALIS
            Sebagai alat komunikasi dan alat interaksi yang hanya dimiliki manusia,bahasa dapat dikaji secara internal maupun eksternal,artinya,dilakukan terhadap struktur internal bahasa itu sendiri yang tidak menghasilkan masalah diluar bahasa dengan menggunakan teoriyang ada dalam disiplin linguistic saja. Sebaliknya,secara eksternal dilakukan terhadap factor di luar bahasa yang berkaitan dengan pemakaian bahasa itu oleh penuturnya dalam kelompok social kemasyarakatan.
Gorys Keraf dalam bukunya Tata bahasa mengatakan, bahwa Bahasa adalah hal yang penting dalam Komunikasi. Sebagai Komunikator seorang Jurnalis harus mampu menguasai bahasa ,baik bahasa yang dia pakai maupun bahasa khalayak yang akan menerima pesan yang akan disampaikan.
Sosiolinguistik merupakan ilmu antar disiplin antara sosiologi dan linguistic,da bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan yang erat. Secara mudah sosiolinguistik dapat dikatakan bidang ilmu antar disiplin yang memplajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan ahasa itu dalam masyarakat (Sosiolinguistik,2004).
Masyarakat Asia khususnya Indonesia dinilai berbudaya luhur dengan tingkat kesopanan yang tinggi. Mungkin karena murah senyum ,akrab dan mudah diajak bercanda. Lalu,apakah kebudayaan berbahasa identik dengan sikap masyarakat yang demikian. Dengan cara berbahasa yang ramah dan santun serta memberikan bumbu kebudayaan didalamnya dan diramu seindah mungkin agar menarik terhadap masyrakat.

 ٢٤. أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاء
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,QS,Ibrahim,24.
٢٥. تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللّهُ الأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. QS,Ibrahim,25
Dalam kedua ayat tersebut bahasa atau perkataan yang baik diibaratkan sebuah pohon yangbaik,akarnya kuat,sehingga mampu menyimpan air dan menahan tanah dari erosi,cabang-cabangnya menjulang tinggikelangit,sehingg menjadi tempat berteduh dan memberikan kesejukan  dan kenyamanan kepada orangyang berada disekitarnya,selain itu setiap musim mengeluarkan  buahnya untuk dikonsumsi oleh manusia.
Belajar dari ibarat itu,seorang muslim seharusnya memperhatikan kualitas pemakaian bahasanya,baik isi maupun cara penyampaiannya,kepada siapa dia berbicara,bahkan kepada orang yang belum dikenalpun harus menjaga ucapannya.,dengan memperhatikan pola-pola komunikasi, yakni :
-melalui komunikasi persona (penampilan, citra diri dsb)
- komunikasi sosial (derajat partisipasi dalam hubungan antar persona)
- lingkungan sosial komunikasi.
Sopan sntun adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara,khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat di sini tidak berarti memberikan penghargaan atau menciptakan kenikmatan melalui kata-kata,atau mempergunakan kata-kata yang manis sesuai dengan basa-basi dalam pergaulan masyarakat beradab. Rasa hormat dalam  alam gaya bahasa dimanifestasikan melali kejelasan dan kesingkatan.
Menyampaikan sesatu secara jelas berarti tidak membuat pembaca atau pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang ditulis atau dikatakan. Di samping itu,pembaca atau pendengar tidak perlu membuang waktu,kalau itu bisa dituangkan dalam beberapa rangkaian kata. Dengan demikian kejelasan akan diukur dalam beberapa butir kaidah Yaitu
a.Kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat
b.Kejelasan dalam korspondensi dengan fakta yang diungkapkan  melalui kata-kata atau kalimat.
c.Kejelasan dalam pengurutan kata secara logis.
d.Kejelasan dalam penggunaan kiasan dan perbandingan
Kesingkatan sering  jauh lebih efektif  daripada jalinan yang berliku-liku. Kesingkatan dapat dicapai melalui usaha untuk mempergunakan kata-kata secara efisien,meniasdakan penggunaan dua kata atau lebih yang mengandung sinonim secara longgar,menghindari tautologi; atau mengadakan repetisi yang tidak perlu.Di antara kejelasan dan kesingkatan sebagai ukuran sopan santun syarat kejelasan masih jauh lebih penting daripada syarat kesingkatan.[1]
Dalam kegiatan komunikasi ,kata-kata dijalin-satukan dalam suatu konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis yang ada dalam bahasa.yang paling penting dalam rangkaian kata-kata tersebut adalah pengertian yang tersirat dalam kata yang digunakan tersebut. Setiap masyarakat yang terlibat dalam kegiatan komunikasi selalu  berusaha agar orang ain dapat memahaminya dan disamping itu ia harus memahami orang lain. Dengan cara inilah terjalin komunikasi  dua arah yang baik dan harmonis.




1. Prinsip Kesopanan
Dalam berkomunikasi tidak jarang dijumpai bahwa satu ujaran tidak hanya mengandung makna tertentu,melainkan juga memiliki daya dorong yang seolah memaksa orang lain melakukan tindakan tertentu sebagaimana diinginkan oleh pengujar (speaker). Perbedaan antara makna dan daya dorong dimaksud dapat dilihat pada ujaran berikut:
1.Suwarmo : Tarko,Ketik konsep surat ini. Cepat ya!
Sutarko   : Sejak pagi belum sarapan (makan) pak.
2. Suwarmo : Tarko,Ketik konsep surat ini. Cepat ya!
Sutarko   : Tidak bisa. (Saya tidak mau) pak.
Dua pasang pertukaran percakapan diatas memperlihatkan sekurang-kurangnya dua gejala. Pertama, percakapan sehari-hari orang cenderung bereaksi terhadap pertanyaan, permintaan atau ujaran dan anjuran seseorang secara tidak langsung.
Jawaban versi pertama sepntas tidak memnuhi atura (Hubungan),dapat dikatakan tidak relevan. Sedangkan jawaban versi kedua lebih langsung. Versi ini lebih  memenuhi syarat hubungan (Maxim of relevance) sebagaimana Levinson(1988:101-102). Perlu diketahuibahwa menurut Grice agar terjadi percakapan antara dua belah pihak  secara efisien dan efektf,maka dierlukan  prinsip kerja sama di antara dua belh pihak. Dasar kerja sama ini dapat terlaksana bila memenuhi emat aturan percakapanDasar kerja sama ini dapat terlaksana bila memenuhi empat aturan percakapan,keempat peraturan itu adalah kualitas,kuantitas,huungan dan cara. Aturan kualitas berhubungan dengan keenaran dari apa yang diekperesikan, aturan kuantitas denganinformasi yang diberikan tidak kurang dan tidak lebih;hubungan dikaitkan dengan relevansi a tara ujaran yang dikemukakan  oleh kedua belah pihak. Dan cara berkenaan dengan kejelasan pengungkapan.[2]
Fenomena dalam versi pertama diatas alah masalah kesopan-santunan.prinsip inilah yang menjadi fokus pembahasan makalah ini. Percakapan terjadi antara dua orang yang tingkat atau status sosial kemasyarakatannya berbeda. Yang satu atasan yang lainnya bawahan.
Dalam pengalaman berkomunikasi sering dijumpai orang berbohong demi mencegah pihak lawan bicara tersinggung atau berakibat yang tidak diharapkan,selin itu prinsip kesopanan kadangkala dijumpai dalam fenomena ironi atau ejekan.
Berbicara masalah prinsip kesopanan  Lech (1989.84)”Mengklasifikasikannya dalam dua kategori,absolute dan relatif. Prinsip “Kesopanan absolute”mengacu pada norma-norma umum yang berlaku dalam masyarakat bahasayang ikut mempengaruhi kesopan-santunan berbahasa.Sebaliknya”Kesopanan relative”bervariasi mengikuti dimensi yang standard an hanya berlaku secara khusus diantara masyarakat bahasa tertentu.
Selain itu harus memperhatikan dimensi yang berhubungan dengan konteks di luar teks. Konteks memasukkan banyak hal seperti konteks situasi, lebih jauh lagi konteks yang berhubungan dengam konteks institusi dan budaya. Misalnya konteks politik media, ekonomi media, dan budaya media berpengaruh terhadap berita yang dihasilkan. Ketiga dimensi tersebut digambarkan oleh Fairclogh seperti berikut.
Sebelum dimensi tersebut dianalisis , kita perlu memahami praktik diskursif dari komunitas pemakai bahasa yang disebut sebagai order of discourse. Order of discourse secara sederhana  seperti layaknya pakaian: pakaian di kantor berbeda dengan pakaian tidur dan pakaian renang. Pemakaian bahasa menyesuaikan dengan praktik diskursif di tempat mana ia berdada, ia tidak bebas memakai bahasa. Ketika menganalisis teks berita perlu melihat dulu oder of discourse, apakah bentuknya hardnews, features, artikel, atau editorial. Ini akan membantu peneliti  untuk mekaknai teks, produksi teks, dan konteks sosisal dari teks yang dihasilkan.[3]
2.KONSEP SOPAN SANTUN BERBAHASA
Di setiap pom bensin serta ruangan dan angkutan ber-AC tertulis”No Smoking”yang versi bahasa Indonesia mungkin baru dipasang artinya,kira-kira “jangan merokok”.Dalam bahasa penerbangan para pramugari akan menyampaikan:”jangan merokok dan jangan melepaskan sabuk pengaman sebelum tanda dilarang merokok dan kenakan sabuk pengaman”.
Dalam bberapa bahasa,perbedaan tingkat sosial antar pembicara dengan pendengar diwujudkan dalam seleksi kata.Dalam bahasa jawa umpamanya,memakai kata nedo dan dahar (=makan);memilih kata omah dan griyo (=rumah);menyebut si alamat kowe,sampeyan atau pandjenengan,menunjukkan perbedaan sikap dan kedudukan sosiial pembicara pendengar dan orang yang bersangkutan.secara tradisional perbedaan bahasa(variasi bahasa)seperti itu disebut”tingkatan bahasa”dalam bahasa jawa ngoko,madyo,kromo dan kromo inggil kalau sistemnya dibagi empat disebut kesopanan berbahasa.
Uraian diatas membantu mengungkapkan bahwa sopan santun berbahasa dapat dilakukan oleh seeorang karena terdorong   sikap hormat kepada orang yang disapa seperti lazim dijumpai dalam hampir semua bahasa manusia.Dalam kasus-kasus bahasa jawa ,sopan santun berbahasa didorong tuntutan penyesuaian bahasa sebagai akibat dari struktur masyarakat priyayi,pedesaan,terpelajar dan sebagainya.[4]
3.Kemampuan berbahasa.
Menurut Koentjaraningrat (1990)Adanya hubungan tindak bahasa dengan sikap mental para penuturnya,buruknya kemampuan berbahasa Indonesia sebagian besar orang Indonesia termasuk kaum intelektualnya,adalah adanya sifat-sifat negative yang melekat pada mental sebagian besar orang Indonesia yaitu:[5]
a.Sifat suka meremehkan yang tercermin dalam  perilaku berbahasa “pokoknyamengerti”ini menyebabkan bahasa yang digunakan menjadi asal saja, tanpa mempedulikan bahasa yang digunakan itu benar atau salah. Tentu saja keinginan untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar,sesuai dengan kaidah menjadi tidak sama sekali,soal benar atau salah adalah soal guru bahasa atau penyuluh bahasa.bahkan itu terjadi di berbagai lembaga pendidikan yang ingin mengajarkan bahasa asing aktif.
b.Sikap mental merabas,tercermin dalam perilaku berbahasa dengan adanya keinginan untuk menggunakan bahasa yang baik tanpa keinginan belajar.
c.Sikap tuna harga diri,berarti menghargai bahasadiri orang lain,tapi tidak menghargai milik sendiri. Sikap ini tercermin dalam prilaku berbahasa dimana karena ingin selalu menghargai orang asing,maka selalu menggunakan bahasa asing dan menomorduakan bahasa sendiri. Lihat saja buktinya,demi menghargai orang asing,keset-keset yang berada di depan kantor pemerintah pun bertuliskan WELCOME bukan “Selamat Datang”;pintu-pintu diatas bertuliskan IN atau EXIT bukan”masuk atau keluar”;dan di pintu yang daunnya dapat dibuka dua arah dituliskan petunjuk PUSH dan PULL,bukannya “dorong dan tarik”,meskipun di tempat loket pembayaran STAIN Surakarta tidak menggunkan bahasa inggris namun bertuliskan Dorong dan Dorong,bukan tarik dan dorong.
Lebih dari itu Orang nomor satu  di Indonesia Presiden SBY,menjadi sorotan publik dan Media, saat memberikan sambutan pada pembukaan salah satu bank di Indonesia ,hal tersebut diakui oleh wakil ketua DPR.RI,Agung Pramono,setelah membaca teks sambutan Presiden,bahwa SBY terlalu berlebihan dalam menggunakan bahasa asing dalam sambutannya,[6]
d.Sikap menjauhi disiplin tercermin dalam prilaku berbahasa yang malas atau tidak mau mengikuti aturan atau kaidah bahasa,seperti “Dia punya mau tidak begini”seharusnya berbunyi “Kemauannya tidak demikian.
d.Sikap tidak mau bertanggung jawab tercermin dalam  prilaku berbahasa yang tidak mau  memperhatikan penalaran bahasa yang benar. Seperti “Uang iuran anggota terpaksa dinaikkan karena sudah lama tidak naik”sering terdengar.kalau mau bernalar dan bertanggung jawab alasamkenaikan itu bukan karena sudah lama tidak naik,tapi karena sudah tidak sesuai dengan biaya yang harus dikeluarkan.jadi,bertanggung jawab dalam bahasa artinya dapat mempertanggungjawabkan kebenaran isi kalimat itu.
e.yang terakhir sikap latah atau ikut-ikutan tercermin dalam bahasa yang mengikuti bahasa orang lain(bisanya ucapan pejabatatau pimpinan)yang sebenarnya tidak benar secara gramatikal.karena ada semboyan”memasyarakatkan oahraga dan mengolahragakan masyarakat”;maka diikuti ucapan itu. Padahal secara semantic dan gramatikal ungkapan”memasyarakatkan olahraga”memang benar,yakni menjadikan olahraga sebagai kebiasaan masyarakat; tapi ungkapan “mengolahragakan masyarakat”salah,sebab ungkapan itu berarti’masyarakat jadi olahraga’.kalau yang  dimaksud adalah menjadikan masyarakatitu berolahraga,maka bentuknya haruslah”memperolahragakan masyarakat”. Hal itu serupa dengan kebiasaan sebagian masyarakat yang menggunakan kata sapaan pada orang tunngal dengan kata-kata “antum” hal itu dikatakan karena ungkapan rasa sopan yang biasa dilakukan masyarakatr di timur tengah,padahal aturan yang ada di beberapa kaidah bahasa arab kata antum tersebut hanya untuk jamak (kalian)dalam versi bahasa Indonesia[7].sedangkan yang mengikuti aturan kaidah seperti “Nahnu/na”yang digunakan sebagai kata ganti orang pertama tunggal, diabaikan,meskpun kata itu dicontohkan dalam ayat al-qur’an,sedangkan antum tidak.
4.ETIKA BERBAHASA.
Etika berbahasa berkaitan dengan kode bahasa,norma-norma social dan system budaya yang berlaku dalam satu masyarakt oleh karena itu,etika berbahasa ini akan mengatur beberapa hal sebagai berikut:
a.Apa yang harus diatakan pada waktu dan keadaan terentu pada partisipan tertentu berkenaan dengan status social dan budaya dalam masyarakat tersebut.
b. Ragam bahasa apa yang paling wajar digunakan dalam situasi tertentu.
c. kapan dan bagaimana menggunakan giliran berbicara dan menyela pembicaraan.
d. Kapan kita harus diam.
 e. Bagaimana kualitas suara dan sikap fisik ketika berbicara.
Seseorang baru bisa disebut pandai berbahasa kalau sudah menguasai tatacara atau etika berbahasa.Aturan dalam berbahasa yang disebutkan iatas tidaklah merupakan hal yang terpisah,melainkan merupakan hal yang ,enyatu dalam  tindak laku berbahasa. Apa yang disebutkan pada butir(a)dan(b) merupakan penjelasan aturan sosialb berbahas ,sebagai sesuatu yang menjadi inti  pesoalan sosiolinguistik:”Siapa berbicara,dengan bahasa apa,kepada siapa,tentang apa,kapan,dimana dan dengan tujuan apa”. Sebagai contoh umpamanya,kit hendak menyapa seseorang maka kita harus tahu siapa orang itu,dimana,kapan,dan dalam situasi bagaimana,baru memilih kata sapaan yang tersedia. Amaenurut Kridalaksana (1984:14)dalam bahasa Indonesia terdapatsembilan jenis katauntuk menyapa seseorang,yaitu:
1.Kata ganti orang(engkau dan kamu)
2.nama diri,seperti Feri dan Fera.
3.Istilah perkerabatan,seperti bapak,ibu,kakak dan adik.
4.Gelar dan pangkat,sepertidokter,profsor,letnan, dan kolonel.
5.Bentuk nomina pelaku(pe+verba),seperti penonton,pendengar,dan  peminat.
6.Bentuk nomina+ku,seperti Tuhanku,Bangsaku,dan anakku
7.Kata-kata diktis seperti sini,situ, atau, disini.
8.Bentuk nomina lain,seperti awak,bung,dan tuan
9.Bentuk zero,tanpa kata-kata.
Butir (c)dan(d) yang juga merupakan aturan dalam etika berbahasa perlu pula dipahami agar kita bisa disebut sebagai orang yang berbahasa. Kita tidak bias seenaknya  menyela pembicaraan seseorang,untuk menyela harus memperhatikan situasi dan kondisi,tentunya juga dengan memberikan isyarat terlebih dahulu.[8]
Maka sangat tepat sabda Rosulullah SAW   
: عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال
من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليقل خيراً أو ليصمت , ومن كان يوم بالله واليوم الاخر فليكرم جاره , ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليكرم ضيفه
  Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangga dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya”.
Berdasarkan hadist diatas maka seorang pembicara harus mempertimbangkan kata-kata yang ingin disampaikan kepada khalayak.
Butir (e) dalam aturan bahasa menyangkut masalah kualitas suara dan gerak gerik anggota tubuh ketika berbicara. Kualitas suara berkenaan dengan  volume dan nada suara.

5.Tindak Tutur
Bentuk ekspresi bahasa yang dapat digunakan untuk menunjukkan perbedaan perspektif adalah elemen-elemen interpersonal seperti tindak tutur (Speech acts). Pandangan yang melandasi tindak tutur, jika orang mengatakan sesuatu, orang akan melakukan sesuatu untuk tuturan itu. Hal itu merupakan aspek dalam fungsi interpersonal bahasa.  Contoh (a) dan (b) berikut dapat menjelaskan tindak tutur yang dapat menimbulkan perspektif berbeda.
 (a) Ada unjuk rasa
(b) Kongres Umat Islam merekomendasikan presiden dan wapres mendatang harus pria, beriman, dan bertaqwa (Jawa Pos, 7/11/98).    
Pada tuturan (a) dituturkan oleh seorang polisi, tidak sekedar menginformasikan sesuatu,tetapi juga berfungsi sebagai perintah ke lokasi untuk pengamanan.  Hal itu berbeda maknanya jika dituturkan oleh mahasiswa di kampus, ujaran itu bukan informasi tetapi ajakan. Demikian pula dalam (b), bagi mereka yang mengikuti  perkembangan pasca Pemilu 1999, maka dengan cepat  dapat menangkap bahwa ilokusi yang tersirat yang menghambat megawati Soekarno Putri maju menjadi presiden.[9]
6.Tabu
Tabu berasal dari kata taboo yang dipungut dari bahasa Tonga ,salah satu bahas dari rumpun bahasa Polinesia. Dimasyarakat Tonga kata Taboo merujuk pada tindakan yang dilarang atau harus dihindari. Bila tindakan saja dilarang,maka kata-kata yang merupakan symbol itupun dilarang.Dengan demikian kata tabu dapat didefinisikan sebagai kata yang tidak boleh digunakan,atau tiadak dipakai ditengah masyarakat.
Keterkaitan antara tabu dengan fenomena sopan santun ini adalah dalam dimensi prilaku social  anggota masyarakat dalam memanipulasi kata dan ujaran untuk  mengidentifikasikankedudukan dirinya ditengah masyarakat,serta untuk mempermaklumkan nilai budaya apa yang dianutnya.
7. Metafora
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yng singkat : Bunga Bangsa, buaya darat,buah hati, cindera mata, dan sebagainya.Metafora tidak selalu berupa predikat,tetapi dapat juga menduduki fungsi subyek,obyek dan sebagainya. Dengan demikian metafora dapat berdiri sendiri sebagai kata.[10]
Menurut Aristoteles seperti yang dikutib Abdul Wahab,[11] metafora merupakan ungkapan kebahasaan yang menyatakan  uangkapan kebahasaan yang menyatakan hal-hal yang bersifat umum untuk hal-hal yang bersifat khusus dan sebaliknya. Metafora digunakan  sebagai ungkapan kebahasaan yang maknanya tidak bisa dijangkau secara langsung  dari lambang karena makna yang dimaksud terdapat pada predikasi ungkapan kebahasaan itu. Artinya, metafora  merupakan pemahaman pengalaman sejenis hal yang dimaksudkan untuk perihal lain. Metafora digunakan jurnalis untuk membangun perspektif dalam surat kabar. Berikut adalah contoh metafora yang dapat menimbulkan perspektif berbeda
(a) Gelombang mahasiswa mendatangi Gedung DPR Senayan mendesak agar anggota dewan ikut mengusut 4 mahaiswa yang ditembak di Universita Trisakti
 (b) Ibarat pemain sepakbola, saat ini penyelesaian utang PT Garuda Indonesia sudah memasuki injury time, tinggal menunggu peluit panjang.
Metaforik gelombang untuk menggambarkan laut yang bergulung-gulung dan menakutkan (a) metaforik injury time menggambarkan sedikitnya waktu PT Garuda Indonesia untuk melunasi utang(b).
 (c) Debitor Nakal Perlu Dicekal
 (d) Amin, Gus Dur, Hamzah, dan Nur Mahmudi Bertemu Mereka Bahas “Buah Simalakama” Mega
Kata nakal dalam (c) memiliki adanya tiga kesamaan sifat nakal yaitu (1) masih kanak-kanak, sehingga kurang mampu membedakan mana yang benar dan mana yan salah, (2) sudah tahu aturan yang sudah disepakati tetapi tetap saja melanggar, (3) sudah dinasihati tetapi tidak memperbaiki. Demikain dengan “buah simalakama”(d), jika Megawati terpilih menjadi presiden keadaan belum tentu bertambah baik. Sebaliknya jika Megawati tidak terpilih akan berpotensi buruk. Bagi partai berbasis massa Islam  perempuan memang tidak diijinkan menjadi pemimpin.
Sebagai penulis seorang jurnalis harus mampu menggunakan dan membaca bahasa khalayak untuk menghindar dar terjadi kesalah pahaman khalayak dalam merespon sebuah pesan yang disampaikan karenabahasa merupkan sarana Komunikasi utama yang berlaku,sehingga agar terhindar dari pra-sangka yang tidak sesuai maka harus  ada kontrol berbahasa karena bahasa dengan sikap mental para penuturnya terdapat suatu hubungan yang tidak terpisahkan,serta nilai kesopanan dalam berbahasa di esuaikan dengan situasi dan kondisi dimana Komunikan dan komunikator berada.
Sopan sntun adalah memberi penghargan atau menghormati orang yang diajak bicara,khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat di sini tidak berarti memberikan penghargaan atau menciptakan kenikmatan melalui kata-kata,atau empergunakan kata-kata yang manis sesuai dengan basa-basi dalam pergaulan masyarakat beradab
Setiap masyarakat yang terlibat dalam kegiatan komunikasi selalu  berusaha agar orang lain dapat memahaminya dan disamping itu ia harus memahami orang lain. Dengan cara inilah terjalin komunikasi  dua arah yang baik dan harmonis.

سلامةالانسان بحفظ السان(الحديث)
Keselamatan manusia tergantung pada bagaimana mampu menjaga tutur kata.
Semoga  makalah ini dapat  Memberikan sumbangsih bagi ilmu komunikasi khususnya Mahasiswa Dakwah & Komunikasi STAIN Surakarta,dalam menjalankan aktifitas yang selalu berhubungan dan berkomunikasi dengan masyarakat.












[1] Gorys Keraf “Diksi dan Gatya Bahasa”(Gramedia Pustaka Utama Jakarta,2008)Hal:114
[2] Paul Ohoiwutun”Sosiolinguistik” (Jakarta Vispro,:2002)hal:90-91
[3] Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Medeia. (Yogyuakarta: LKiS, 2001) hal 28
[4] Paul Ohoiwutun”Sosiolinguistik” (Jakarta Vispro,:2002)hal:86-95
[5] Chaer Abdul,Agustina Leonie “Sosiolinguistik perkenalan awal”(Jakarta Rineka cipta:2004)hal:169
[6]. Metro TV,Selasa(04/01/2010)Pukul 19.00 WIB.
[7] Imam Ibnu Malikjalaluddi assyuyuthi Syarah Ibnu ‘aqil,(Muhammad bin Ahmad Nibhan Surabaya) hal:16
[8]Chaer Abdul,Agustina Leonie “Sosiolinguistik perkenalan awal”(Jakarta Rineka cipta:2004)hal:172-173
[9] Leech, Geoffrey. Prinsip-Prinsip Pragmatik (Terj. MDD Oka) (Jakarta: UI Press, 1993)
[10] Gorys Keraf “Diksi dan Gatya Bahasa”(Gramedia Pustaka Utama Jakarta,2008)Hal:139
[11] Wahab, Abdul. Isu Lingtuistik dan Pengajaran bahasa dan Sastra (Surabaya: Airlangga University Press.